Takabonerate!
Long weekend di bulan Mei 2016 ini sangat berkesan karena dipenuhi kata the first. Layaknya menjawab pertanyaan "When was the last time you did something for the first time?", trip ke Takabonerate merupakan pengalaman yang tidak mungkin dilupakan! Berikut 20 hal pertama yang saya lakukan sepanjang hidup dan (kebetulan) terjadi di Takabonerate/setelahnya:
1. Ikutan Open Trip
Bagi kami, perlu persiapan cukup lama untuk bisa sampai ke Takabonerate. Pertama-tama, menyiapkan rombongan agar biaya perjalanan semakin murah. Udah tanya sana-sini, kebanyakan nggak cocok di harga dan waktu perjalanan. Sekalinya ada yang cocok, eh ternyata kami nggak mampu memenuhi kuota minimum. Kedua, menyewa jasa travel agent untuk membantu kami mempersiapkan akomodasi, transportasi dan itinerary. Waktu itu, kami survey ke 5 travel agent berbeda demi mendapatkan itinerary dan harga yang paling cocok. Lagi-lagi, sekali ada yang cocok, masalahnya masih berkutat di jumlah peserta. Thank God, akhirnya kami menemukan link informasi open trip ke Takabonerate tanggal 3-7 Mei 2016. Langsung deh kontak panitia dan untung ada 2 orang yang batal ikut dari kuota 15 orang. Finally, setelah membayar Rp 3.000.000,-, terdaftar juga deh sebagai peserta open trip dan bertemu teman-teman baru yang asik!
2. Melancong ke Sulawesi Selatan
If he didn't come up with the idea of exploring Takabonerate, this trip wouldn't be about visiting Sulawesi. Bagaimana tidak, lama tinggal di pulau Jawa membuat saya 'gelap mata' akan potensi pulau-pulau lainnya. Jadi, setelah dari Singapura untuk acara pernikahan tanggal 30 April 2016 sampai 2 Mei 2016, kami transit di Jakarta dan berangkat ke Makassar tanggal 3 Mei 2016 pukul 00.05 dengan Sriwijaya Air. Setibanya di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin pukul 03.20, kami harus menunggu penerbangan selanjutnya lagi ke Kabupaten Kepulauan Selayar pukul 08.55 dengan Wings Air. Waktu menunggu pun kami gunakan untuk berkenalan dengan teman-teman lainnya, tiduran di depan check-in security gate (sampe diliatin orang-orang), dan sarapan ayam goreng crispy di KFC. Setibanya di Bandara H. Aroeppala, Selayar, kami harus menempuh perjalanan darat lagi menggunakan mobil sewaan ke kota Benteng, yang merupakan ibu kota Kabupaten Kepulauan Selayar. Saya lupa pastinya perjalanannya memakan waktu berapa lama; mungkin satu jam-an lebih, yang jelas cukup untuk melanjutkan tidur atau bercanda sampai kehabisan bahan dengan teman-teman rombongan. Akhirnya sampai juga kami di Pelabuhan Pattumbukang. Menunggu kapal datang dan siap menuju pulau Tinabo Besar, tempat kami menginap. Yay!
3. Tidur di kapal kayu berjam-jam
Dalam perjalanan ke pulau Tinabo Besar, rombongan kami menggunakan kapal kayu yang bunyi mesinnya cukup memekakkan telinga. Saat itu, saya memilih tidur didalam tempat nahkoda sambil sesekali melihat cara bapaknya mengemudikan kapal. Udara di siang hari itu pun juga cukup pengap, sehingga saya tidak bisa tidur nyenyak karena berkeringat - padahal sudah minum 1 tablet Antimo. Untungnya, di hari kepulangan kami, saya bisa tidur dengan sangat nyenyak diatas kapal kayu dan di tempat yang sama. Pas terbangun, saya sempet bilang, "Lho, cepet juga udah nyampe (di pelabuhan Pattumbukang)." Dijawab begini sama yang denger, "Cepet apanya, orang 5 jam perjalanannya". Saya diem bentar dan langsung inget kalo perjalanan emang panjang. Terima kasih lagi untuk Antimo yang bikin saya ngilang dan tidak terganggu dengan goyangan ombak plus suara mesin kapal :p
4. Mengeksplor Taman Nasional Taka Bonerate
Saya inget, sebelumnya banyak yang tanya apa dan dimana sih Takabonerate itu. Beberapa bahkan nggak bisa melafalkan namanya dengan baik (salah satu temen deket sampe nyebut "Takablablabla", hihi). Saya sendiri baru denger nama kawasan itu di bulan April kemaren, pas sebelum survey informasi kesana. Karena penasaran dan udah lama nggak 'wisata laut', saya langsung iyain - despite jarak tempuh perjalanan dan biayanya yang kadang bikin kendor semangat. Tapi enggak loh! Sesampe di Pulau Tinabo Besar tempat kami menginap dan bisa mengunjungi spot-spot snorkeling/diving di Taman Nasional Taka Bonerate, semua seakan-akan terbayar.
Fyi, menurut website resmi promosi pariwisata Indonesia, Taman Nasional Taka Bonerate ini adalah kawasan terumbu karang (atol) terbesar ketiga di dunia setelah Kwajalein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Maldives. Luas totalnya mencapai 530.765 hektar, dimana 220.000 hektar merupakan hamparan atol dan laguna dengan sebaran terumbu karang mencapai 500 km². Taman Nasional Taka Bonerate ini disebut-sebut sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman laut tertinggi di dunia. Masih menurut website tadi, terdapat 242 spesies karang, 526 spesies ikan karang bewarna-warni dan 112 spesies alga makro yang menghuni kawasan tersebut. Taman Nasional Taka Bonerate ini sendiri terdiri dari 21 pulau, baik yang berpenghuni maupun tidak. Waktu itu, kami sempat mengunjungi Kampung Bajo di Pulau Tarupa Kecil yang masyarakatnya berprofesi utama sebagai nelayan. Kesederhanaan dan kegembiraan mereka membuat saya tertegun sekaligus salut. Dengan fakta-fakta yang wow ini, kawasan Taman Nasional Taka Bonerate memang patut dijaga dengan baik. Pada bulan Juni 2015 kemaren, UNESCO menetapkan Taka Bonerate sebagai cagar biosfer di Indonesia ke-10 setelah Cibodas, Pulau Komodo, Lore Lindu, Tanjung Puting, Leuser, Siberut, Giam Siak Kecil-Pulau Batu, Wakatobi, dan Bromo-Tengger. Wah, nggak salah juga berkunjung kesini! :)
(P.S. Masa kunjungan terbaik ke Takabonerate adalah di bulan April-Juni dan Oktober-Desember tiap tahunnya yah.)
7. Melihat penyu di bawah laut
Beruntung berenang bareng orang-orang yang udah terbiasa nyelam, seperti Paskal dan Hafizh, jadinya bisa gerak cepet buat nemuin si penyu! I wish saat itu pake kacamata jadinya bisa liat lebih jelas lagi, karena waktu itu penyu hijaunya keliatan samar-samar dari jauh. Sempet heran juga kenapa ada salah satu penyu yang punya bintik-bintik putih gede di tempurungnya. Ternyata itu jamur dan menandakan si penyu yang udah tua kalo kata temen-temen. Wih gitu ya. Pokoknya yang paling seru dan lucu sih kami selalu dadah-dadah ke penyu setiap ketemu, tapi ya pada melengos aja gitu. Mungkin mereka mikir "Biasa aja kali, mbak..." :))))
8. Berdekatan langsung dengan ubur-ubur
Ini yang bikin deg-degan karena asumsi saya, semua ubur-ubur itu beracun. Lupa juga di spot mana pastinya pas ketemu si ubur-ubur ini. Yang jelas ketika temen-temen mendekat penasaran karena pengen ngefoto, saya malah berenang agak menjauh. Takut. Haha cemen yak :p
9. Tidur di tenda (lagi) sejak kelas 5 SD
Biaya perjalanan kali ini termasuk murah karena hemat di penginapannya. Di Pulau Tinabo Besar, kami harus tidur di tenda akibat rumah-rumah kamar yang udah full. Hal ini bikin saya excited sekaligus sedikit males. Excitednya karena saya terakhir berkemah itu pas kelas 5 SD di daerah Tretes, pas acara Pramuka. Tuh lama banget 'kan, kira-kira 14 tahun lalu lah! Sedikit malesnya karena menyadari bahwa tenda dipasang diatas pasir pantai, yang berarti harus bersabar kalo ada butiran-butiran pasir yang masuk kedalam dan bikin gatel. Malem pertama, saya bertahan tidur di tenda walopun suhunya pengap tapi ditahan-tahanin karena pengen ngerasain sensasinya setelah sekian lama. Satu setengah jam pertama bikin gelisah, kepanasan, nggak ada angin masuk sama sekali dan saya kurang nyaman kalo penutup tendanya dibuka lebar. Akhirnya saya nyalain hape, buka Spotify, dan nyetel playlist Beach Day Acoustics yang saya download di bandara Sultan Hasanuddin, termasuk Death Cab For Cutie - I Will Follow You Into The Dark (sempet bingung juga kenapa lagu ini masuk suasana beach day, hehe). Gara-gara lagu pelan, yang ada bukannya ngantuk, tapi malah merasa sepi dan sedikit homesick karena pengen kasur. Tapi perasaan itu segera saya tepis dan ngeyakinin diri supaya tidur nyenyak. Ternyata dini harinya saya kerap terbangun dan ke kamar mandi buat pipis. Suasana sekitar yang sendu dan gelap karena nggak ada listrik setelah jam 12 malam pun untungnya bisa diatasi, thanks to senter hape :p. Jengah nggak bisa tidur juga sampe menjelang Subuh, saya pindah ke gazebo depan dengan menggelar sleeping bag. Eh, masih susah juga tidur! Yang ada di pikiran saya cuma mengakhiri waktu dini hari dan cepat-cepat sunrise.
10. Tidur di hammock
Hammock yang biasanya cuma saya lihat di sosmed atau gambar-gambar di majalah, sekarang bisa saya nikmatin langsung. Nggak completely nikmatin sih benernya, karena ternyata nggak nyaman juga tidur di hammock. Mungkin tergantung jenis hammocknya juga ya. Yang saya coba waktu itu hammock berjaring, yang notabene bikin saya pusing karena merasa kepala belakang ditekan di bagian nggak rata dengan keadaan yang diayun-ayun. Dasar agak cemen memang, akhirnya pindah deh ke gazebo dengan beralaskan sleeping bag lagi. Tapi lucunya di hari terakhir, pas lagi cape-capenya abis snorkeling dan packing, saya hampir 'ilang' diatas hammock dengan diiringi suara obrolan teman-teman rombongan di sebelah dan bunyi dengkuran beberapa orang sekitar saya :p.
11. Stargazing di pinggir pantai
Ini dia bagian paling seru selama stay di pulau Tinabo Besar. Hamparan sejuta bintang terlihat jelas di pulau ini, bikin perasaan jadi #mendadakromantis dan pengen peluk-peluk. Sambil menggelar sleeping bag dan alas tenda diatas pasir, kami merebahkan badan dan memandangi langit sambil ditemani lagu-lagu dari handphone Fira, termasuk hits-hits dari Chet Faker dan Rhye - Open. Di malam kedua dengan dibantu aplikasi pendeteksi bintang punya Steve, kami berhasil spotting planet Jupiter dan rasi bintang Gemini, zodiak saya, yang ternyata bentuknya beda setelah saya cek di website :)). Nggak apa-apa lah, yang penting hepi udah sempet stargazing pinggir pantai walopun sempet di-PHP-in sama ujan meteor :))
12. Karaokean lagu-lagu Indonesia menjelang midnight di pinggir pantai
Mati gaya keilangan sinyal hape ternyata berbuah kebersamaan yang rekat dan seru. Di malam kedua, kami berusaha 'membunuh bosan' dengan rebahan bersama di pinggir pantai, stargazing, nyetel lagu-lagu Indo di playlist ‘Kilas Balik’ Spotify Indonesia, terus nyanyi bareng. Gegara lagu-lagunya pada familiar, karena merupakan hits di taun 1999 akhir sampe 2000 awal, kami pun nyanyi keras-keras, nggak peduli tetangga sebelah yang mungkin senewen karena keributan ini, saling ledek, becanda... sampe akhirnya cape sendiri dan tertidur gara-gara lagu galau lagi dimainin. Lucunya pas menjelang Subuh, kami dikagetkan oleh suara angin bersisik yang ternyata di-follow up dengan hujan. Rombongan karaoke malam itu langsung bubar kayak abis diobrak Satpol PP. Bukannya malah ngurusin diri biar nggak keujanan, beberapa dari kami malah bingung sama jemuran. Langsung deh pada ngangkatin dan saya pun kembali ke tenda. Untungnya bisa melanjutkan tidur :p
13. Lepas dari handphone selama 4 hari 3 malam
Baru kali ini saya lepas dari hape untuk foto-foto saat trip. Lebih milih buat enjoying the present dan memercayakan semua indera buat ngerasain nikmatnya liburan kali itu (cie). Handphone pun akhirnya cuma dipake buat setel lagu, mencatat beberapa hal di note, dan menyalakan senter. Pokoknya ngikut sama yang bawa kamera aja deh, haha.
14. Memberi makan anak ikan hiu
Ini hal priceless juga yang bisa ditemuin di pulau Tinabo Besar! Saya kira si anak hiu bakal galak begitu ngehirup aroma kulit manusia, tapi ternyata enggak. Mereka malah dengan santunnya makan ikan-ikan kecil yang kami lemparin dan beberapa kali mencoba menghindar kalo manusianya keramean. Seneng banget deh bisa liat mereka berkumpul dan mengerubungi kita dengan jinaknya!
15. Sunset di pulau Tinabo Besar
Pas browse informasi, semua pada bilang kalau sunrise dan sunset di Tinabo Besar ini nggak boleh dilewatkan. Ternyata bener, BAGUS banget gradasi langitnya pas sunset! Jadi waktu itu hari pertama dan kami baru saja berkenalan satu sama lain, tiba-tiba langsung deketan aja sambil berendam di pantai. Momen nikmatin matahari tenggelam pun makin seru dengan jokes-jokes seger dari temen-temen, sambil diiringi lagu-lagu trippy dari Tame Impala favoritnya si Anwar. Ketika langit menggelap dan bintang mulai bermunculan, melantunlah lagu Saeglópur-nya Sigur Rós. Wuiihh rasanya seribu deh! Asik dan menenangkan banget :'). Setelah tau gradasi langit sunset yang maha cantik ini, hari-hari berikutnya pun kami isi dengan foto-foto siluet. Yang bisa yoga kayak Puput, Feby dan El langsung foto dengan lihainya, hasilnya pun udah kayak gambar-gambar di brosur kelas-kelas yoga by the beach *lol*. Bagus banget! Selain pose-pose yoga, kami juga mencoba berfoto dengan Tamara, si bebek pink yang menjadi maskot rombongan. Tercipta deh puluhan foto yang Instagramable (tapi sayang nggak bisa langsung di-upload :p).
16. ....dan Sunrise yang tenang, syahdu dan cantik!
Di hari ketiga, saya terbangun dari tidur di gazebo dan merasakan badan cukup segar untuk mengejar sunrise. Waktu itu pukul setengah 5 pagi, kami berjalan mengambil shortcut dan menuju area belakang penginapan dimana merupakan sisi timur tempat terbitnya matahari. Suasana tenang banget, orang-orang banyak yang masih tidur. Yang bisa kami dengerin cuma suara ombak dan suara dari mulut sendiri. Pelan-pelan matahari memunculkan batang hidungnya dan warna langitpun berubah menjadi campuran abu-abu, biru, dan faded orange. Indah banget! Saya pun berjalan menuju daratan yang menjorok, pokoknya terlihat dikelilingi lautan luas kalo dari jauh. Disitulah akhirnya saya berdiri sendiri, mencoba mencelupkan kaki saya kedalam jernihnya air, merasakan dingin yang segar dan angin pagi yang tenang... sambil sesekali memainkan pasir yang dipijak. Sambil memandangi ombak yang berkejaran datang menghampiri saya dari depan. Diam-diam ingin ikut melebur kedalam lautan sana kalo ngikutin suasana hati, tapi sadar sendiri kalo nanti ngilang kebawa arus gimana #buyardehromantisnya. Saya pun berjalan mundur pelan-pelan dan melangkah kearah barat, semakin mendekati dermaga. Tiba-tiba Puput dan El datang, mereka sedang jogging mengitari pulau Tinabo Besar. Sambil menunggu mereka difoto, saya terus berjalan dan tiba-tiba melihat bayangan hitam-hitam di pinggir pantai. Setelah didekati, waah ternyata bintang-bintang laut! Beberapa detik kemudian pun mulai muncul si anak ikan hiu yang terlihat mencari makan. Karena nggak bawa ikan-ikan kecil waktu itu, saya hanya bisa memandangi mereka. Yang jelas, ini momen sunrise yang paling berkesan menurut saya!
17. Mandi air payau
Namanya juga jarang travelling. Sesekalinya jalan-jalan langsung disambut mandi air payau yang sukses bikin kulit jadi peliket dan gatal di beberapa bagian tubuh. Untung masyarakat lokal menyediakan air tawar 1 liter seharga Rp 30.000,- yang bisa dibeli di kantin. Akhirnya setelah snorkeling bisa mandi, lebih seger, dan nggak sepeliket itu lagi deh!
18. Makan Indomie dan bakwan goreng berturut-turut
Sempet ada jokes ketika kami sarapan KFC di hari keberangkatan. Katanya, "Puas-puasin lah makan ayam sebelom makan ikan terus disana (Takabonerate)!". Ternyata bener juga. Sesampe di Tinabo Besar, menu wajib kami adalah nasi, indomie dan bakwan goreng. Bagi saya yang 'quit' makan Indomie semenjak pulang dari Oz (#sombong :'p), kembali lagi ke dekapan Indomie dan mengunyahnya bersama teman-teman di pinggir pantai adalah hal yang priceless. Ditambah lagi bakwan goreng hangat yang mengenyangkan setelah pulang dari snorkeling. Rasanya batere di badan langsung bertambah 40% dan sisanya guilty-guilty sedikit karena makan gorengan :p. Oh, satu lagi. Menyeruput kopi manis nan encer di pagi hari sambil menikmati lautan didepan mata. Priceless lagi walopun agak aneh juga rasanya!
19. Mengalami 'keleyengan' setelah off the boat
Sepulang dari Taka Bonerate tanggal 7 Mei 2016, saya masih suka merasakan berkunang-kunang seperti terombang-ambing diatas kapal. Pas cari tau, ternyata ada nama kerennya yaitu Mal de débarquement. Nggak tau bener apa enggak, tapi kondisi itu menyerupai apa yang kami rasakan saat off the boat. Kayak tiba-tiba kepala merasa goyang-goyang sendiri, padahal lagi stand still. Pengen rebahan dan bangunnya harus pelan-pelan, kalo nggak nanti berkunang-kunang. Gitu sih, hehe.
20. Merasa aneh pas tidur di kasur rumah
Sesampai di tempat kediaman di Surabaya, saya sempat merasa aneh ketika tidur di kasur. Suhu AC kamar 26 derajat yang biasa dinyalakan ketika tidur pun jadi terasa panas. Mungkin karena terbiasa tidur di panas-panas beberapa hari kemaren ya, jadi mintanya yang dingin-dingin :p. Tapi bener deh, bisa kembali ke rumah juga menimbulkan perasaan yang funny. Badan dan pikiran terasa terbelah di dua tempat, satu masih ketinggalan di Takabonerate, satunya udah berjejak di Surabaya. Ah, semoga lain waktu bisa kembali kesana! :)
***
Dibawah ini adalah cuplikan itinerary yang disiapkan panitia open trip kami (thanks Mba Monic buat detilnya!):
Day 1
Pesawat Makassar (Sultan Hasanuddin) - Selayar (H. Aroeppala)
Perjalanan darat Selayar - Pelabuhan Pattumbukang
Perjalanan laut Pelabuhan Pattumbukang - Pulau Tinabo Besar
Pulau Tinabo Besar, bermain dengan baby shark!
Day 2
Briefing safety
Spot Tinanja Besar
Spot Tinanja Kecil (Coral Garden)
Spot Lamungan (Sumur Ikan)
Day 3
Spot Latondu Besar Wall Reef 1
Spot Latondu Besar Tabulate
Spot Rajuni Laut
Bunging Tinabo
Jelajah Pulau Latondu Besar
Spot Kampung Nemo (Soft Coral)
Day 4
Spot Tarupa Kecil (Pinky Fish)
Jelajah Kampung Bajo
Spot Tarupa Kecil (Hantu Ceria)
Spot Tarupa Besar (Tata Utara)
Spot Tinabo Besar (Kima)
Back to resort 17.00, menikmati hari terakhir dan siap-siap berlayar ke Selayar
Day 5
Midnight sail dari Pulau Tinabo Besar ke Pelabuhan Pattumbukang
Perjalanan darat Pattumbukang — Bandara H. Aroeppala, Selayar
Selayar — Makassar
***
Foto-foto oleh Paskalis Khrisno Ayodyantoro.
Klik disini untuk website resmi Taman Nasional Taka Bonerate.
Klik disini untuk daftar agen perjalanan ke Taman Nasional Taka Bonerate, transportasi Makassar-Selayar, penginapan dan kuliner di kota Benteng, Selayar.
MANY THANKSSS buat rombongan open trip kali ini:
-- Kak Nila buat semangat, ketawa lebarnya dan cemilannya
-- Kak Nisa buat cemilannya (lagi), easy going dan kemurahan infonyaa
-- Mba Monic & Mas Agung a.k.a Ibu dan Bapak Peri buat baby shampoo dan cemilan biskuit kacangnya
-- Fira buat sleeping bagnya di malam karaoke dan body languagenya yang ngingetin saya sama Audrey, salah satu housemate dari Singapore :p
-- Feby/Bu Dokter buat nyanyian nyaringnya di malam karaoke dan saran 'medik' nya buat kuku kaki yang patah ini :p
-- Puput buat semangat sporty dan nyanyian nyaringnya (lagi) di malam karaoke
-- El buat becandaan "dibawah aer"-nya yang khas dan lagi-lagi, body languagenya juga ngingetin saya sama Bibie, temen waktu SMP :))
-- Hendrik buat cerita stuck di tengah lautnya terus diselametin Hapiz :')
-- Steve buat sleeping bagnya pas di bandara, app pencari bintang dan foto-fotonya
-- Shella a.k.a Incezz buat becandaan segerrr, sewaan Tamaranya, plus... cerita horornya yang masih ditunggu sampe hari ini! Haha
-- Yuli a.k.a Kakak Matahari buat becandaan segerrrnya (juga), tawa renyah dan cerita-cerita serunya yang semangat!
-- Kak Sari buat becandaannya yang pas digabung sama Shella & Yuli jadi trio penyegar suasana :)
-- Anwar a.k.a Cipuy/Pengusaha Muda buat kehebohan, cerita-cerita Torajanya yang bikin ngiler, dan becandaannya yang lekat sampe di grup
-- Hafizh a.k.a Dubai Man/Group Leader buat bantuan arrangementnya selama trip dan cuplikan info tentang Takaboneratenya (serta supply sayurnya yang bakal diiyain keras sama anak-anak! lol)
-- Paskal buat foto-foto emejingnya, info cuaca/letak, plus general knowledge tentang celup-celup di airnya!
-- Dimas buat infonya kalo saya masih bisa ikutan open trip kali ini dan bantuan arrangementnya
-- Bapak-bapak awak kapal yang kerap ngebantu kami naek/turun kapal, nyariin fin/mask & snorkel, dan ngemudiin kapal tanpa lelah (konon si Bapak nyetir sambil berdiri terus pas midnight sail!)
-- Pak Saleh Rahman dari Koperasi Wana Bahari atas guidenya selama snorkeling/diving hari kedua dan ketiga. Pas pulang, saya baru sadar kalo udah nyuri start kontak doi pas survey trip ke Takabonerate :))
-- Kakak berjilbab yang ikut kami terus pas snorkeling hari kedua dan ketiga. Nggak tau namanya siapa, tapi kakak ini selalu mengiringi saya pas snorkeling di salah satu spot. Mungkin doski tau saya lagi nggak nyaman sama fin :p
-- Warga lokal di pulau Tinabo Besar yang gak cape-cape minjemin kamar mandinya, ngeladenin pesenan indomie/milo/bakwan goreng kami, atau hanya ngedengerin berisiknya kami saat itu :))
-- Siapa/Apa aja yang udah bikin trip ini makin seru. TERIMA KASIH!
Sampe ketemu lagi!
*Baca juga ulasan trip Takabonerate kami di blog Monica Indriani dan Paskalis Khrisno Ayodyantoro.
*Tulisan ini terakhir diedit tanggal 10/05/2016 8.36 AM
Bersama Tamara, si maskot geng trip kali ini :) (Fyi, itu Tamara diiket biar ga kebawa arus sampe jauh :p) |
Bagi kami, perlu persiapan cukup lama untuk bisa sampai ke Takabonerate. Pertama-tama, menyiapkan rombongan agar biaya perjalanan semakin murah. Udah tanya sana-sini, kebanyakan nggak cocok di harga dan waktu perjalanan. Sekalinya ada yang cocok, eh ternyata kami nggak mampu memenuhi kuota minimum. Kedua, menyewa jasa travel agent untuk membantu kami mempersiapkan akomodasi, transportasi dan itinerary. Waktu itu, kami survey ke 5 travel agent berbeda demi mendapatkan itinerary dan harga yang paling cocok. Lagi-lagi, sekali ada yang cocok, masalahnya masih berkutat di jumlah peserta. Thank God, akhirnya kami menemukan link informasi open trip ke Takabonerate tanggal 3-7 Mei 2016. Langsung deh kontak panitia dan untung ada 2 orang yang batal ikut dari kuota 15 orang. Finally, setelah membayar Rp 3.000.000,-, terdaftar juga deh sebagai peserta open trip dan bertemu teman-teman baru yang asik!
Sebelum berangkat! |
Nah kalo ini malah pas pulang. Baru sempet foto satu grup di bandara H. Aroeppala, Selayar. Mukanya pada gosong :p |
If he didn't come up with the idea of exploring Takabonerate, this trip wouldn't be about visiting Sulawesi. Bagaimana tidak, lama tinggal di pulau Jawa membuat saya 'gelap mata' akan potensi pulau-pulau lainnya. Jadi, setelah dari Singapura untuk acara pernikahan tanggal 30 April 2016 sampai 2 Mei 2016, kami transit di Jakarta dan berangkat ke Makassar tanggal 3 Mei 2016 pukul 00.05 dengan Sriwijaya Air. Setibanya di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin pukul 03.20, kami harus menunggu penerbangan selanjutnya lagi ke Kabupaten Kepulauan Selayar pukul 08.55 dengan Wings Air. Waktu menunggu pun kami gunakan untuk berkenalan dengan teman-teman lainnya, tiduran di depan check-in security gate (sampe diliatin orang-orang), dan sarapan ayam goreng crispy di KFC. Setibanya di Bandara H. Aroeppala, Selayar, kami harus menempuh perjalanan darat lagi menggunakan mobil sewaan ke kota Benteng, yang merupakan ibu kota Kabupaten Kepulauan Selayar. Saya lupa pastinya perjalanannya memakan waktu berapa lama; mungkin satu jam-an lebih, yang jelas cukup untuk melanjutkan tidur atau bercanda sampai kehabisan bahan dengan teman-teman rombongan. Akhirnya sampai juga kami di Pelabuhan Pattumbukang. Menunggu kapal datang dan siap menuju pulau Tinabo Besar, tempat kami menginap. Yay!
Pemandangan dari atas pesawat! |
Dalam perjalanan ke pulau Tinabo Besar, rombongan kami menggunakan kapal kayu yang bunyi mesinnya cukup memekakkan telinga. Saat itu, saya memilih tidur didalam tempat nahkoda sambil sesekali melihat cara bapaknya mengemudikan kapal. Udara di siang hari itu pun juga cukup pengap, sehingga saya tidak bisa tidur nyenyak karena berkeringat - padahal sudah minum 1 tablet Antimo. Untungnya, di hari kepulangan kami, saya bisa tidur dengan sangat nyenyak diatas kapal kayu dan di tempat yang sama. Pas terbangun, saya sempet bilang, "Lho, cepet juga udah nyampe (di pelabuhan Pattumbukang)." Dijawab begini sama yang denger, "Cepet apanya, orang 5 jam perjalanannya". Saya diem bentar dan langsung inget kalo perjalanan emang panjang. Terima kasih lagi untuk Antimo yang bikin saya ngilang dan tidak terganggu dengan goyangan ombak plus suara mesin kapal :p
Ini nih kapal kayu yang kami pake. |
Saya inget, sebelumnya banyak yang tanya apa dan dimana sih Takabonerate itu. Beberapa bahkan nggak bisa melafalkan namanya dengan baik (salah satu temen deket sampe nyebut "Takablablabla", hihi). Saya sendiri baru denger nama kawasan itu di bulan April kemaren, pas sebelum survey informasi kesana. Karena penasaran dan udah lama nggak 'wisata laut', saya langsung iyain - despite jarak tempuh perjalanan dan biayanya yang kadang bikin kendor semangat. Tapi enggak loh! Sesampe di Pulau Tinabo Besar tempat kami menginap dan bisa mengunjungi spot-spot snorkeling/diving di Taman Nasional Taka Bonerate, semua seakan-akan terbayar.
Fyi, menurut website resmi promosi pariwisata Indonesia, Taman Nasional Taka Bonerate ini adalah kawasan terumbu karang (atol) terbesar ketiga di dunia setelah Kwajalein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Maldives. Luas totalnya mencapai 530.765 hektar, dimana 220.000 hektar merupakan hamparan atol dan laguna dengan sebaran terumbu karang mencapai 500 km². Taman Nasional Taka Bonerate ini disebut-sebut sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman laut tertinggi di dunia. Masih menurut website tadi, terdapat 242 spesies karang, 526 spesies ikan karang bewarna-warni dan 112 spesies alga makro yang menghuni kawasan tersebut. Taman Nasional Taka Bonerate ini sendiri terdiri dari 21 pulau, baik yang berpenghuni maupun tidak. Waktu itu, kami sempat mengunjungi Kampung Bajo di Pulau Tarupa Kecil yang masyarakatnya berprofesi utama sebagai nelayan. Kesederhanaan dan kegembiraan mereka membuat saya tertegun sekaligus salut. Dengan fakta-fakta yang wow ini, kawasan Taman Nasional Taka Bonerate memang patut dijaga dengan baik. Pada bulan Juni 2015 kemaren, UNESCO menetapkan Taka Bonerate sebagai cagar biosfer di Indonesia ke-10 setelah Cibodas, Pulau Komodo, Lore Lindu, Tanjung Puting, Leuser, Siberut, Giam Siak Kecil-Pulau Batu, Wakatobi, dan Bromo-Tengger. Wah, nggak salah juga berkunjung kesini! :)
(P.S. Masa kunjungan terbaik ke Takabonerate adalah di bulan April-Juni dan Oktober-Desember tiap tahunnya yah.)
Bunging Tinabo |
Pasir putih dan clear blue sea! |
Di Kampung Bajo bersama Pak Saleh Rahman |
Bapak-bapak awak kapal yang berjasa :') |
5. Snorkeling (lagi) sejak Desember 2014
Baru sadar kalo terakhir snorkeling ternyata pas satu setengah taun lalu, tepatnya di sekitar Gili Trawangan, Lombok. Saya termasuk jarang snorkeling juga sih, karena biasanya prefer olahraga darat daripada laut. Snorkeling pun bisa diitung dengan jari, which is pertama kali pas di pulau Belitung bareng Papa dan temen-temennya, terus di Lombok itu juga bareng anak temen Papa dan si adek. Jadi ketika bisa 'celup-celup' di Taka Bonerate, saya kayak dapet durian runtuh karena BAGUSSS banget pemandangan bawah lautnya! Aslii, BAGUS banget sampe saya ulang lagi nih setelah snorkeling di 9 spot. Coralnya warna-warni, ikan-ikannya lucu-lucu... semua bikin gemes! Kayak temen-temen bilang, yang kita lihat ini ngingetin ke iklan RCT* Oke. Hahaha, saya lupa sih pastinya gimana iklan itu. Tapi emang ngegemesin banget, apalagi bintang laut biru a.k.a Linckia laevigata yang bertebaran dimana-mana. Rasanya pengen dibawa pulang ke rumah :'). Karena pengalaman tadi, rasanya snorkeling di Taka Bonerate ini paling menyenangkan, mengesankan sekaligus challenging!Snorkeling dideket dermaga pulau Tinabo Besar :) |
6. Memakai fin
Saya inget, dulu pas pertama kali snorkeling di Belitung, saya pake pelampung walaupun bisa renang. Asumsinya sih simply karena takut tenggelam. Tapi, lama-lama risih juga abisnya nggak bebas bergerak, akhirnya saya lepas deh pelampungnya. Di Taka Bonerate, saya mencoba memakai fin pertama kali ketika snorkeling. Disaranin pake itu biar nggak capek, katanya. Saya langsung mikir, "Masa sih secape itu?", karena seinget saya dulu pas di Belitung sama Lombok nggak seberapa capek buat berenang. Ternyata bener, fin dibutuhin karena beberapa spot memiliki arus ombak yang cukup deras sehingga gear ini ngebantu banget buat bergerak mengikuti/melawan arus. Awalnya merasa kagok dan bingung gimana sih ngayuh-ngayuhin kakinya. Sempet ngerasa panik di tengah laut karena capek mengendalikan gerak kaki, yang akhirnya ngebuat saya rentan jalan sendiri biar nggak K.O tengah jalan :')). Untung deh dalam waktu 3 hari, pelan-pelan mulai terbiasa memakai fin dan jadi semakin mudah berenang kesana kemari. Sayangnya, di hari terakhir sempet kecapekan banget karena muka kerasa 'dipenyet' sama mask dan bolak-balik kemasukan air di bagian hidung. Ah, harus sering-sering latihan nih biar terbiasa!Beruntung berenang bareng orang-orang yang udah terbiasa nyelam, seperti Paskal dan Hafizh, jadinya bisa gerak cepet buat nemuin si penyu! I wish saat itu pake kacamata jadinya bisa liat lebih jelas lagi, karena waktu itu penyu hijaunya keliatan samar-samar dari jauh. Sempet heran juga kenapa ada salah satu penyu yang punya bintik-bintik putih gede di tempurungnya. Ternyata itu jamur dan menandakan si penyu yang udah tua kalo kata temen-temen. Wih gitu ya. Pokoknya yang paling seru dan lucu sih kami selalu dadah-dadah ke penyu setiap ketemu, tapi ya pada melengos aja gitu. Mungkin mereka mikir "Biasa aja kali, mbak..." :))))
8. Berdekatan langsung dengan ubur-ubur
Ini yang bikin deg-degan karena asumsi saya, semua ubur-ubur itu beracun. Lupa juga di spot mana pastinya pas ketemu si ubur-ubur ini. Yang jelas ketika temen-temen mendekat penasaran karena pengen ngefoto, saya malah berenang agak menjauh. Takut. Haha cemen yak :p
9. Tidur di tenda (lagi) sejak kelas 5 SD
Biaya perjalanan kali ini termasuk murah karena hemat di penginapannya. Di Pulau Tinabo Besar, kami harus tidur di tenda akibat rumah-rumah kamar yang udah full. Hal ini bikin saya excited sekaligus sedikit males. Excitednya karena saya terakhir berkemah itu pas kelas 5 SD di daerah Tretes, pas acara Pramuka. Tuh lama banget 'kan, kira-kira 14 tahun lalu lah! Sedikit malesnya karena menyadari bahwa tenda dipasang diatas pasir pantai, yang berarti harus bersabar kalo ada butiran-butiran pasir yang masuk kedalam dan bikin gatel. Malem pertama, saya bertahan tidur di tenda walopun suhunya pengap tapi ditahan-tahanin karena pengen ngerasain sensasinya setelah sekian lama. Satu setengah jam pertama bikin gelisah, kepanasan, nggak ada angin masuk sama sekali dan saya kurang nyaman kalo penutup tendanya dibuka lebar. Akhirnya saya nyalain hape, buka Spotify, dan nyetel playlist Beach Day Acoustics yang saya download di bandara Sultan Hasanuddin, termasuk Death Cab For Cutie - I Will Follow You Into The Dark (sempet bingung juga kenapa lagu ini masuk suasana beach day, hehe). Gara-gara lagu pelan, yang ada bukannya ngantuk, tapi malah merasa sepi dan sedikit homesick karena pengen kasur. Tapi perasaan itu segera saya tepis dan ngeyakinin diri supaya tidur nyenyak. Ternyata dini harinya saya kerap terbangun dan ke kamar mandi buat pipis. Suasana sekitar yang sendu dan gelap karena nggak ada listrik setelah jam 12 malam pun untungnya bisa diatasi, thanks to senter hape :p. Jengah nggak bisa tidur juga sampe menjelang Subuh, saya pindah ke gazebo depan dengan menggelar sleeping bag. Eh, masih susah juga tidur! Yang ada di pikiran saya cuma mengakhiri waktu dini hari dan cepat-cepat sunrise.
Ada si Tamara nongol :p |
Hammock yang biasanya cuma saya lihat di sosmed atau gambar-gambar di majalah, sekarang bisa saya nikmatin langsung. Nggak completely nikmatin sih benernya, karena ternyata nggak nyaman juga tidur di hammock. Mungkin tergantung jenis hammocknya juga ya. Yang saya coba waktu itu hammock berjaring, yang notabene bikin saya pusing karena merasa kepala belakang ditekan di bagian nggak rata dengan keadaan yang diayun-ayun. Dasar agak cemen memang, akhirnya pindah deh ke gazebo dengan beralaskan sleeping bag lagi. Tapi lucunya di hari terakhir, pas lagi cape-capenya abis snorkeling dan packing, saya hampir 'ilang' diatas hammock dengan diiringi suara obrolan teman-teman rombongan di sebelah dan bunyi dengkuran beberapa orang sekitar saya :p.
11. Stargazing di pinggir pantai
Ini dia bagian paling seru selama stay di pulau Tinabo Besar. Hamparan sejuta bintang terlihat jelas di pulau ini, bikin perasaan jadi #mendadakromantis dan pengen peluk-peluk. Sambil menggelar sleeping bag dan alas tenda diatas pasir, kami merebahkan badan dan memandangi langit sambil ditemani lagu-lagu dari handphone Fira, termasuk hits-hits dari Chet Faker dan Rhye - Open. Di malam kedua dengan dibantu aplikasi pendeteksi bintang punya Steve, kami berhasil spotting planet Jupiter dan rasi bintang Gemini, zodiak saya, yang ternyata bentuknya beda setelah saya cek di website :)). Nggak apa-apa lah, yang penting hepi udah sempet stargazing pinggir pantai walopun sempet di-PHP-in sama ujan meteor :))
Mati gaya keilangan sinyal hape ternyata berbuah kebersamaan yang rekat dan seru. Di malam kedua, kami berusaha 'membunuh bosan' dengan rebahan bersama di pinggir pantai, stargazing, nyetel lagu-lagu Indo di playlist ‘Kilas Balik’ Spotify Indonesia, terus nyanyi bareng. Gegara lagu-lagunya pada familiar, karena merupakan hits di taun 1999 akhir sampe 2000 awal, kami pun nyanyi keras-keras, nggak peduli tetangga sebelah yang mungkin senewen karena keributan ini, saling ledek, becanda... sampe akhirnya cape sendiri dan tertidur gara-gara lagu galau lagi dimainin. Lucunya pas menjelang Subuh, kami dikagetkan oleh suara angin bersisik yang ternyata di-follow up dengan hujan. Rombongan karaoke malam itu langsung bubar kayak abis diobrak Satpol PP. Bukannya malah ngurusin diri biar nggak keujanan, beberapa dari kami malah bingung sama jemuran. Langsung deh pada ngangkatin dan saya pun kembali ke tenda. Untungnya bisa melanjutkan tidur :p
Baru kali ini saya lepas dari hape untuk foto-foto saat trip. Lebih milih buat enjoying the present dan memercayakan semua indera buat ngerasain nikmatnya liburan kali itu (cie). Handphone pun akhirnya cuma dipake buat setel lagu, mencatat beberapa hal di note, dan menyalakan senter. Pokoknya ngikut sama yang bawa kamera aja deh, haha.
14. Memberi makan anak ikan hiu
Ini hal priceless juga yang bisa ditemuin di pulau Tinabo Besar! Saya kira si anak hiu bakal galak begitu ngehirup aroma kulit manusia, tapi ternyata enggak. Mereka malah dengan santunnya makan ikan-ikan kecil yang kami lemparin dan beberapa kali mencoba menghindar kalo manusianya keramean. Seneng banget deh bisa liat mereka berkumpul dan mengerubungi kita dengan jinaknya!
Pulau Tinabo Besar yang suka dihampiri anak ikan hiu :) |
Feeding the baby shark! |
Pas browse informasi, semua pada bilang kalau sunrise dan sunset di Tinabo Besar ini nggak boleh dilewatkan. Ternyata bener, BAGUS banget gradasi langitnya pas sunset! Jadi waktu itu hari pertama dan kami baru saja berkenalan satu sama lain, tiba-tiba langsung deketan aja sambil berendam di pantai. Momen nikmatin matahari tenggelam pun makin seru dengan jokes-jokes seger dari temen-temen, sambil diiringi lagu-lagu trippy dari Tame Impala favoritnya si Anwar. Ketika langit menggelap dan bintang mulai bermunculan, melantunlah lagu Saeglópur-nya Sigur Rós. Wuiihh rasanya seribu deh! Asik dan menenangkan banget :'). Setelah tau gradasi langit sunset yang maha cantik ini, hari-hari berikutnya pun kami isi dengan foto-foto siluet. Yang bisa yoga kayak Puput, Feby dan El langsung foto dengan lihainya, hasilnya pun udah kayak gambar-gambar di brosur kelas-kelas yoga by the beach *lol*. Bagus banget! Selain pose-pose yoga, kami juga mencoba berfoto dengan Tamara, si bebek pink yang menjadi maskot rombongan. Tercipta deh puluhan foto yang Instagramable (tapi sayang nggak bisa langsung di-upload :p).
Di hari ketiga, saya terbangun dari tidur di gazebo dan merasakan badan cukup segar untuk mengejar sunrise. Waktu itu pukul setengah 5 pagi, kami berjalan mengambil shortcut dan menuju area belakang penginapan dimana merupakan sisi timur tempat terbitnya matahari. Suasana tenang banget, orang-orang banyak yang masih tidur. Yang bisa kami dengerin cuma suara ombak dan suara dari mulut sendiri. Pelan-pelan matahari memunculkan batang hidungnya dan warna langitpun berubah menjadi campuran abu-abu, biru, dan faded orange. Indah banget! Saya pun berjalan menuju daratan yang menjorok, pokoknya terlihat dikelilingi lautan luas kalo dari jauh. Disitulah akhirnya saya berdiri sendiri, mencoba mencelupkan kaki saya kedalam jernihnya air, merasakan dingin yang segar dan angin pagi yang tenang... sambil sesekali memainkan pasir yang dipijak. Sambil memandangi ombak yang berkejaran datang menghampiri saya dari depan. Diam-diam ingin ikut melebur kedalam lautan sana kalo ngikutin suasana hati, tapi sadar sendiri kalo nanti ngilang kebawa arus gimana #buyardehromantisnya. Saya pun berjalan mundur pelan-pelan dan melangkah kearah barat, semakin mendekati dermaga. Tiba-tiba Puput dan El datang, mereka sedang jogging mengitari pulau Tinabo Besar. Sambil menunggu mereka difoto, saya terus berjalan dan tiba-tiba melihat bayangan hitam-hitam di pinggir pantai. Setelah didekati, waah ternyata bintang-bintang laut! Beberapa detik kemudian pun mulai muncul si anak ikan hiu yang terlihat mencari makan. Karena nggak bawa ikan-ikan kecil waktu itu, saya hanya bisa memandangi mereka. Yang jelas, ini momen sunrise yang paling berkesan menurut saya!
17. Mandi air payau
Namanya juga jarang travelling. Sesekalinya jalan-jalan langsung disambut mandi air payau yang sukses bikin kulit jadi peliket dan gatal di beberapa bagian tubuh. Untung masyarakat lokal menyediakan air tawar 1 liter seharga Rp 30.000,- yang bisa dibeli di kantin. Akhirnya setelah snorkeling bisa mandi, lebih seger, dan nggak sepeliket itu lagi deh!
18. Makan Indomie dan bakwan goreng berturut-turut
Sempet ada jokes ketika kami sarapan KFC di hari keberangkatan. Katanya, "Puas-puasin lah makan ayam sebelom makan ikan terus disana (Takabonerate)!". Ternyata bener juga. Sesampe di Tinabo Besar, menu wajib kami adalah nasi, indomie dan bakwan goreng. Bagi saya yang 'quit' makan Indomie semenjak pulang dari Oz (#sombong :'p), kembali lagi ke dekapan Indomie dan mengunyahnya bersama teman-teman di pinggir pantai adalah hal yang priceless. Ditambah lagi bakwan goreng hangat yang mengenyangkan setelah pulang dari snorkeling. Rasanya batere di badan langsung bertambah 40% dan sisanya guilty-guilty sedikit karena makan gorengan :p. Oh, satu lagi. Menyeruput kopi manis nan encer di pagi hari sambil menikmati lautan didepan mata. Priceless lagi walopun agak aneh juga rasanya!
Makan malem bareng di gazebo khusus yang disiapin buat rombongan kami. Pada becanda kalo kami terlalu berisik, makanya disediain tempat khusus, haha. |
19. Mengalami 'keleyengan' setelah off the boat
Sepulang dari Taka Bonerate tanggal 7 Mei 2016, saya masih suka merasakan berkunang-kunang seperti terombang-ambing diatas kapal. Pas cari tau, ternyata ada nama kerennya yaitu Mal de débarquement. Nggak tau bener apa enggak, tapi kondisi itu menyerupai apa yang kami rasakan saat off the boat. Kayak tiba-tiba kepala merasa goyang-goyang sendiri, padahal lagi stand still. Pengen rebahan dan bangunnya harus pelan-pelan, kalo nggak nanti berkunang-kunang. Gitu sih, hehe.
Latian keseimbangan terus deh kalo udah diatas kapal begini. Termasuk pas ngambil minuman di pinggir kapal setelah snorkeling :p |
Bersiap menyeburkan diri sedikit untuk kembali ke kapal dari Kampung Bajo :) |
20. Merasa aneh pas tidur di kasur rumah
Sesampai di tempat kediaman di Surabaya, saya sempat merasa aneh ketika tidur di kasur. Suhu AC kamar 26 derajat yang biasa dinyalakan ketika tidur pun jadi terasa panas. Mungkin karena terbiasa tidur di panas-panas beberapa hari kemaren ya, jadi mintanya yang dingin-dingin :p. Tapi bener deh, bisa kembali ke rumah juga menimbulkan perasaan yang funny. Badan dan pikiran terasa terbelah di dua tempat, satu masih ketinggalan di Takabonerate, satunya udah berjejak di Surabaya. Ah, semoga lain waktu bisa kembali kesana! :)
***
Dibawah ini adalah cuplikan itinerary yang disiapkan panitia open trip kami (thanks Mba Monic buat detilnya!):
Day 1
Pesawat Makassar (Sultan Hasanuddin) - Selayar (H. Aroeppala)
Perjalanan darat Selayar - Pelabuhan Pattumbukang
Perjalanan laut Pelabuhan Pattumbukang - Pulau Tinabo Besar
Pulau Tinabo Besar, bermain dengan baby shark!
Day 2
Briefing safety
Spot Tinanja Besar
Spot Tinanja Kecil (Coral Garden)
Spot Lamungan (Sumur Ikan)
Day 3
Spot Latondu Besar Wall Reef 1
Spot Latondu Besar Tabulate
Spot Rajuni Laut
Bunging Tinabo
Jelajah Pulau Latondu Besar
Spot Kampung Nemo (Soft Coral)
Day 4
Spot Tarupa Kecil (Pinky Fish)
Jelajah Kampung Bajo
Spot Tarupa Kecil (Hantu Ceria)
Spot Tarupa Besar (Tata Utara)
Spot Tinabo Besar (Kima)
Back to resort 17.00, menikmati hari terakhir dan siap-siap berlayar ke Selayar
Day 5
Midnight sail dari Pulau Tinabo Besar ke Pelabuhan Pattumbukang
Perjalanan darat Pattumbukang — Bandara H. Aroeppala, Selayar
Selayar — Makassar
***
Foto-foto oleh Paskalis Khrisno Ayodyantoro.
Klik disini untuk website resmi Taman Nasional Taka Bonerate.
Klik disini untuk daftar agen perjalanan ke Taman Nasional Taka Bonerate, transportasi Makassar-Selayar, penginapan dan kuliner di kota Benteng, Selayar.
MANY THANKSSS buat rombongan open trip kali ini:
-- Kak Nila buat semangat, ketawa lebarnya dan cemilannya
-- Kak Nisa buat cemilannya (lagi), easy going dan kemurahan infonyaa
-- Mba Monic & Mas Agung a.k.a Ibu dan Bapak Peri buat baby shampoo dan cemilan biskuit kacangnya
-- Fira buat sleeping bagnya di malam karaoke dan body languagenya yang ngingetin saya sama Audrey, salah satu housemate dari Singapore :p
-- Feby/Bu Dokter buat nyanyian nyaringnya di malam karaoke dan saran 'medik' nya buat kuku kaki yang patah ini :p
-- Puput buat semangat sporty dan nyanyian nyaringnya (lagi) di malam karaoke
-- El buat becandaan "dibawah aer"-nya yang khas dan lagi-lagi, body languagenya juga ngingetin saya sama Bibie, temen waktu SMP :))
-- Hendrik buat cerita stuck di tengah lautnya terus diselametin Hapiz :')
-- Steve buat sleeping bagnya pas di bandara, app pencari bintang dan foto-fotonya
-- Shella a.k.a Incezz buat becandaan segerrr, sewaan Tamaranya, plus... cerita horornya yang masih ditunggu sampe hari ini! Haha
-- Yuli a.k.a Kakak Matahari buat becandaan segerrrnya (juga), tawa renyah dan cerita-cerita serunya yang semangat!
-- Kak Sari buat becandaannya yang pas digabung sama Shella & Yuli jadi trio penyegar suasana :)
-- Anwar a.k.a Cipuy/Pengusaha Muda buat kehebohan, cerita-cerita Torajanya yang bikin ngiler, dan becandaannya yang lekat sampe di grup
-- Hafizh a.k.a Dubai Man/Group Leader buat bantuan arrangementnya selama trip dan cuplikan info tentang Takaboneratenya (serta supply sayurnya yang bakal diiyain keras sama anak-anak! lol)
-- Paskal buat foto-foto emejingnya, info cuaca/letak, plus general knowledge tentang celup-celup di airnya!
-- Dimas buat infonya kalo saya masih bisa ikutan open trip kali ini dan bantuan arrangementnya
-- Bapak-bapak awak kapal yang kerap ngebantu kami naek/turun kapal, nyariin fin/mask & snorkel, dan ngemudiin kapal tanpa lelah (konon si Bapak nyetir sambil berdiri terus pas midnight sail!)
-- Pak Saleh Rahman dari Koperasi Wana Bahari atas guidenya selama snorkeling/diving hari kedua dan ketiga. Pas pulang, saya baru sadar kalo udah nyuri start kontak doi pas survey trip ke Takabonerate :))
-- Kakak berjilbab yang ikut kami terus pas snorkeling hari kedua dan ketiga. Nggak tau namanya siapa, tapi kakak ini selalu mengiringi saya pas snorkeling di salah satu spot. Mungkin doski tau saya lagi nggak nyaman sama fin :p
-- Warga lokal di pulau Tinabo Besar yang gak cape-cape minjemin kamar mandinya, ngeladenin pesenan indomie/milo/bakwan goreng kami, atau hanya ngedengerin berisiknya kami saat itu :))
-- Siapa/Apa aja yang udah bikin trip ini makin seru. TERIMA KASIH!
Sampe ketemu lagi!
*Baca juga ulasan trip Takabonerate kami di blog Monica Indriani dan Paskalis Khrisno Ayodyantoro.
*Tulisan ini terakhir diedit tanggal 10/05/2016 8.36 AM
Tulisan2yang bagus. Bisa jadi buku, booked it,.:)
ReplyDelete