Balik Lagi ke Sydney

Listening to: Washed Out - It All Feels Right

Hai! Akhirnya saya sampai juga di Sydney. Rasanya semacem percaya nggak percaya gitu. Tiba-tiba dalam itungan jam, udah ada di negara lain aja. Udah jauh dari rumah dan jauh dari siapa-siapa :p Tapi gak masalah, namanya juga sesuatu yang kudu dijalanin (dan dihadapin!). Jadinyalah saya sekarang berusaha adaptasi lagi, setelah hampir 3 bulan meninggalkan Sydney untuk liburan. Hehe.

Baiklah, ini saya ceritakan yang menarik-menarik dulu ya!

1. 23-24 Feb 2015: Dapet capek di bandara dan lancar saat penerbangan

Mungkin karena doa dari keluarga dan temen-temen ya, apalagi doa Eyang Mami saya yang katanya beliau sampe terlambat tidur karena berdoa terus :'), penerbangan dari Surabaya-Denpasar-Sydney terasa lancar. Walaupun saya harus menunggu agak lama di Denpasar, tapi itu justru berkesan buat saya. Nongkrong di cafe dengan order Croissant dan Milkshake cokelat seharga 80ribu (oh tidak), mengantri di bagian Imigrasi dan mendengar beberapa turis asing mengkritik petugas Indonesia, dan salah informasi tentang nomor Gate - yang mengharuskan saya jalan dari Gate 1 ke Gate 9 (jauh juga, lumayan deh rasanya apalagi sambil menenteng ransel yang isinya laptop, chargernya, dan kamera DSLR. Cukup berat untuk orang pendek kayak saya, hehe).

Pukul 22.00, saya boarding dan memasuki pesawat Garuda Indonesia dengan penerbangan GA714. Saya duduk di seat 29D; sengaja request duduk di dekat aisle demi kemudahan menunaikan 'panggilan alam', yang nyatanya tidak muncul selama perjalanan. Lucunya, di seberang saya adalah orang yang sama saat penerbangan dari Surabaya ke Denpasar. Saya jadi heran gitu, kok bisa ya kebetulan gitu. Tapi dia-nya terlihat biasa aja sih, malah cenderung cuek dan sepanjang perjalanan dia tidur dengan pulas. Haha ya udah nggak penting kok.

Di sebelah saya, duduklah sekawanan cowok muda dari Jepang. Orang yang duduk sebelah saya banget nih rupanya sangattt sopan. Dari tampang sih doi bisa dibilang terlihat cukup nerd, tapi begitu ngomong, doi sopan banget. Waktu itu pas saya udah duduk, doi dateng menghampiri dan saya spontan langsung bilang "Oh, seat 29 ya?". Pake Bahasa Indonesia, karena mengira doi orang Indonesia berketurunan Tionghoa. Terus dia bales dengan nada pelan namun pasti, "Yes, twenty nine." Saya jadi malu dan segera berdiri dari tempat duduk, memberikan space untuknya. Ditengah-tengah perjalanan, doi selalu sopan banget membalas servis dari pramugari. Misalnya ketika ditawari minum, doi selalu mengucapkan kata "please" di bagian akhir sambil malu-malu. Ketika minumannya sudah jadi, doi menerimanya sambil sedikit membungkukkan kepala dan berkata "Thank you very much". Sangat SOPAN! Saya jadi ikut sungkan sendiri. Langsung deh saya berpikir kalau everyone deserves a respectful treat from other person. Kalau nggak mau dikasarin orang, ya jangan kasar sama orang. Jadilah orang yang sopan agar orang juga bisa menghargai kita. Attitude emang bukan nomer 1, tapi at least itu yang bikin orang inget sama kita. Eh, kok jadi ceramah gini :))

Alright, seperti biasa, saya nggak bisa tidur nyenyak di pesawat. Sudah saya coba sih dengan memundurkan kursi; harapannya kepala bisa lebih rileks dan cepet ngantuk. Tapi ternyata tetep susah tidur karena dalam posisi duduk dan pantat terasa panas. Akhirnya saya menikmati entertainment service saja dengan menonton The Judge. Itung-itung juga hiburan mata karena ngeliat Robert Downey Jr. yang ganteng dan dewasa. Ehek.

Waktu pun menunjukkan pukul 7.30 pagi, saya langsung mengeset layar ke mode tinjauan penerbangan. Disitu tertulis kalau harapannya kami sampai Sydney pukul 7.50 pagi. "Wah, sebentar lagi! Nggak kerasa!," begitu rasanya. Saya segera berpikir apa yang harus saya lakukan begitu keluar dari bandara. Pastinya sih check-in ke apartemen saya, Sydney University Village (SUV). Tapi naik apa ya? Orang tua saya sebenernya lebih prefer saya naik train. Saya pun sempet setuju, karena itung-itung pengalaman baru. Mumpung di Sydney 'kan. Akan tetapi, realita berkata lain. Saat itu kondisi badan saya kurang enak, karena merasa masuk angin dan harus segera menunaikan 'panggilan alam' besar. Jadi pengen cepet-cepet sampai di SUV, mandi dan istirahat.

Sekeluarnya dari pesawat, saya langsung menuju Toilet untuk pipis dan 'menata' wajah serta rambut. Ya ampun kucel sekali saya karena seharian nggak enak tidurnya! Haha penting ya. Ya udah deh, saya lanjutin menuju bagian Imigrasi dan... YA AMPUN antrinya :O Mungkin ada 45 menit ya kami ngantri, eh entah 45 menit atau 1 jam, nggak tau lah pokoknya waktu itu saya berdoa terus semoga semuanya dilancarkan. Ternyata bener, proses imigrasi berjalan tanpa halangan, termasuk saat di bagian Declaration barang. Oh ya, waktu itu saya berniat untuk meng-declare kopi dan Almond Crispy yang saya bawa; mengingat ada kandungan telur. Ketika sampai di bagian tersebut, koper dan tas saya diendus-endus anjing petugas. Saya nggak takut sih, karena saya percaya itu bukan barang aneh-aneh. Bener lagi deh, barang-barang saya lolos dari pengecekan dan saya langsung keluar sambil mendorong troli.

Saya pun langsung mencari bangku, duduk manis, dan mengganti SIM card hape. Dari nomor Simpati, saya beralih ke nomor YES OPTUS yang merupakan nomor khusus saat tinggal di Australia. Untungnya, proses beli pulsa bisa dilakukan lewat aplikasi khusus yang terinstall di hape saya. Jadinya saya nggak perlu repot-repot mencari bakul pulsanya (yang memang ada di bandara sih). Saya cukup memilih paket data yang diinginkan, lalu membayarnya dengan memasukkan data Debit Card saya. Nanti pihak YES OPTUS nya akan otomatis memotong nominal tabungan di kartu tersebut. Sangat mudah ya?

Gak sampe semenit, saya sudah bisa menggunakan jaringan tersebut untuk menghubungi keluarga. Saya langsung bilang ke Grup BBM khusus keluarga kalau sudah sampai di Sydney. Papa saya langsung bales, trus bilang "Alhamdulillah kalo sudah sampai" dan menyampaikan kalo disana masih pagi banget. Hehe iya ding, di Surabaya masih jam 5an pagi, sedangkan di Sydney sudah mau jam 9. Ya, memang Ortu saya selalu bangun pagi untuk sholat Subuh. Kelar mengabari keluarga, saya memutuskan untuk naik taksi saja ke apartemen. Saya pun menuju bagian servis taksi di sebelah kiri pintu keluar Terminal 1. Ternyata RAME dong. Banyak juga yang rela antri dan membayar AUD 40-50an untuk sebuah servis taksi. Mungkin mereka mempertimbangkan kenyamanannya ya. He-eh, sama juga kayak saya. Saya yang udah nggak enak badan gini dan merasa masuk angin tentu pengen yang cepet. Lucunya, di tengah-tengah antri itu saya sempet kentut. BAU lagi. Saya langsung malu dan pura-pura nggak ngerti; walaupun diem-diem saya merasa bapak-bapak di belakang kayak curiga gitu sama saya. Hahaha, yaudah lah biarin. Namanya juga masuk angin.

2. 24 Feb 2015: Apartemen baru, kamar baru dan roommate baru. Semuanya baru!

Kelar membayar taksi yang ternyata memakan biaya AUD 45.00, saya langsung menuju Reception di Bligh Building, Sydney University Village. Yang menyambut saya kali itu adalah Grace; sepertinya dia karyawan baru disitu. Tapi dia sangat ramah dan terlihat paham akan kerjaannya, karena geraknya cepet dan tetep friendly. Hehe. Ternyata proses check-in untuk returning resident berjalan cepat. Saya hanya perlu menunjukkan kartu pelajar Sydney University dan membayar tagihan kebersihan untuk kamar lama dulu. Lalu Grace memberikan kunci kamar baru saya, yaitu di tipe 5 bedroom apartment dan berada di gedung paling akhir, yaitu gedung nomor 9 :).

Perasaan saya campur aduk begitu sampai didepan pintu apartemen. Antara seneng-excited-capek-nggak percaya semuanya berjalan begitu cepat-sedih-dan-gak sabar pengen mandi. Panjang amat ya. Ketika masuk, saya langsung naik ke lantai 2 dan bertemu dengan Peter, teman baik saya selama di SUV semester lalu. Saya pun langsung menanyainya macam-macam, termasuk perihal roommate kami lainnya yaitu Shaun, Laura dan Audrey. Kalau Audrey saya sudah kenal baik, karena doi juga tinggal satu lantai dengan saya dulu saat masih berada di kamar studio. Kami pun juga pernah jalan bareng ke Surry Hills Festival dan menikmati musik bersama. Doi orangnya asik deh intinya. Kalau Shaun dan Laura ini adalah teman baru yang bener-bener saya belum kenal. Kata Peter, mereka cukup pendiam dan kami harus berinisiatif mengajak mereka ngobrol. Baiklah, saya sih nggak masalah. Asalkan kehidupan bertetangga tetep nyaman aja. Hehe.

Jadi di lantai 2 itu terdapat 5 kamar, 4 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Empat kamar ini diletakkan saling berhadapan. Kamar Peter berhadapan dengan kamar Laura, dan kamar saya akan berhadapan dengan kamar Audrey. Hm, menyenangkan sekali kini punya temen di satu apartemen! Nggak seperti dulu di kamar studio, saya selalu merasa kesepian dan sering homesick. Haha. Nggak salah deh pindah ke tipe kamar shared begini. Walopun ortu sempet kuatir akan kenyamanan saya sih. Tapi kemauan saya kuat, saya cuma pengen dapet pengalaman baru dari hidup di luar negeri. Saya pengen bisa berinteraksi dengan orang baru, memahami budaya mereka dan having fun juga dengan mereka. Gimanapun kami sama-sama 'hidup sendiri', ya minimal gitu lah buat mereka-mereka yang single, at least kami punya temen untuk berbagi 'kan :)

Setelah ngobrol sedikit, Peter ijin untuk belajar di kamarnya. Yup, doi lagi mengikuti program Summer School yang diselenggarakan kampus. Peter memang anak yang rajin. Dia tergila-gila dengan Sciences dan pengen jadi perawat. He's such a lovely and sweet guy! Saya dan Audrey sudah menganggap dia seperti adik laki-laki kami deh. Senengnya lagi, Peter memberikan saya gift boneka anjing yang lucu sekali. Audrey pun juga dia kasih, tapi nanti setelah Audrey datang ke SUV dari Singapore. Wah, saya nggak nyangka banget akan ada orang 'baru' sebaik dia. Istilahnya kami kan baru kenal beberapa bulan, tapi dia sudah percaya, perhatian, dan BAIK banget dengan memberi boneka itu. Dia juga mengucapkan terima kasih banyak saat saya memberikan gift pencil case bermotif Batik. I'm a happy neighbor!

Lalu saya memasuki kamar. Wah, kamar saya masih kosong oblong! Kasurnya pun masih literally 'kasur', belum ditutupi apa-apa. Untungnya, furniturnya masih bagus dan keadaan kamar tidak begitu menyedihkan saat saya pertama kali masuk di kamar yang dulu. At least kali ini kamarnya tidak berdebu banget; saya hanya butuh tisu basah untuk membersihkan debu-debu kecil yang menempel. Asiknya lagi, my room got plenty of sunlight. Pemandangan depan kamar pun cukup menyenangkan karena tidak banyak gedung, yang berarti saya nggak perlu kuatir untuk masalah privasi. Kalau di kamar studio dulu, saya JARANG banget ngebuka tirai jendela karena malu kalo orang tahu kegiatan saya. Saya sih nggak pernah aneh-aneh di kamar, tapi tetep aja kurang nyaman rasanya. Jadinya saya bersyukur banget dan cepet ngerasa settled sama kamar baru ini.

Suasana kamar baru saya sebelum dipenuhi barang-barang

Yang waktu itu saya pikir ketika selesai menaruh barang ialah: bagaimana saya tidur nanti?. Mengingat barang-barang kos sedang saya titipkan di Storage King Alexandria dan baru bisa saya ambil esok hari (hari ini). Sempet gitu kepikiran nginep di rumah Karina, tapi jauh. Udah gitu saya nggak yakin bisa tepat waktu ke Storage King, karena akan susah bangun pagi haha. Untungnya ada kain Bali serba guna yang ada di koper. Thanks to Mama juga yang selalu ngingetin, ternyata kain Bali-nya nyaman banget untuk dibuat sprei dadakan. Juga baju-baju bawaan yang saya jadiin bantal *eaa*. Hehe.

Menjelang malem, saya mengunjungi apartemen tetangga kami dimana Owen, Nehan dan Trupti tinggal. Mereka adalah teman-teman baik saya juga selama di SUV. Mereka selalu mengundang kalau ada acara khusus; sekaligus mengenalkan saya, Audrey, dan Peter, trio kamar Studio, dengan penghuni-penghuni SUV lainnya. Saya baru tau kalo Yas sudah pindah dari SUV, karena menyusul pacarnya yang berada di Melbourne. Untuk mengisi kekosongan kamarnya, apartemen mereka kedatangan cowok dari Canada bernama Ash. I heard from Owen that he's taking a Juris Doctor in Law. Peter pun langsung berdecak kagum dan bolak-balik bilang, "Oh, I'm living with smart guys."

Beberapa menit kemudian, salah satu teman baik kami juga yang jago ngelukis, Leah datang ke apartemen Owen dengan setelan Summer dress, sandal gladiator, dan tas crossbody bermodel Fringe-nya. Artsy lah, hehe. Kami pun having short chit-chat dan memutuskan keluar mencari makan serta belanja di supermarket. Waktu itu jam 9 malam, saya, Owen, Peter dan Leah berjalan melewati kampus untuk menuju kawasan Broadway. Kampus tampak gelap dan sepi. Namun saya tetap terkagum-kagum begitu melewati The Quadrangle, gedung kebanggaan kampus yang terlihat seperti Hogwarts. Disitu telah dipenuhi stall-stall untuk kepentingan Orientation Week beberapa hari kedepan. New students are all excited, pastinya. Saya jadi inget saya dulu pas jadi maba. Ehehe jadi gaya ah.

Malam itu kami memutuskan untuk makan di Pappa Rich, sebuah restoran Malaysia yang terkenal. Saya order Roti Canai Kaya dan Organic Soy Milk. Wah rasanya lezat sekali, plus senang karena dikelilingi teman-teman saat kedatangan saya di Sydney. Alhamdulillah. Setelah kenyang, kami bergegas menuju Broadway Shopping Center, mall terdekat dari kampus yang memiliki toko-toko besar seperti Coles, Target, dan KMart. Owen pengen grocery shopping, katanya. Ya udah deh, kami belanja apa yang dibutuhkan dapur di Coles. Karena belum berkeinginan untuk memasak dan masih overwhelmed, saya cuma beli susu putih 1 liter. Nggak terasa tiba-tiba udah jam setengah 11 malem, kami langsung pulang menuju SUV sambil menenteng belanjaan masing-masing. Selama perjalanan, Leah sibuk bercerita dan menanyakan saya trivial questions seperti "Would you rather own an elephant or a giraffe as your pet?" atau "Would you rather have a jet or a ferry?". Saya menjawab yang langsung ada di pikiran aja, yaitu lebih memilih jerapah dan jet. Malam yang menghibur, memang.

Sesampai di kamar, saya menyiapkan tempat tidur seadanya dengan kain bali dan setumpuk pakaian. Saya tersenyum kecil, karena selalu saja ada hal-hal yang mengejutkan selama di Sydney. Namun tiba-tiba perasaan homesick itu datang. Nggak diundang nggak diapain, tiba-tiba saya jadi melankolis sekali *waduh*. Saya inget kalo sekarang saya udah sendiri, nggak akan denger suara Mama atau adek saya lagi di siang hari selama 5 bulan kedepan, nggak makan siang lagi dulu di hari Minggu sama keluarga, nggak ketemu Ammar dan teman-teman dekat, dan yang paling penting lagi, I'm currently not dating anyone. Sepi memang rasanya. Tapi saya selalu ngingetin diri sendiri kalo ini adalah jalan terbaik. Ini keinginan saya juga untuk kuliah di luar negeri; untuk belajar hidup mandiri dan struggling agar jadi orang lebih baik lagi :p

3. 25 Feb 2015: Menjemput barang di Storage King Alexandria 

Pukul 7.00 pagi saya terbangun dan merasa 'gopoh'. Awalnya, saya merencanakan berangkat dari jam 7.15 pagi agar bisa sampai di tempatnya sebelum jam 9.00 sesuai perjanjian. Dengan mandi cepat dan berdandan seadanya, saya segera menuju King Street dan mencari Bus Stop yang menyediakan layanan bis jurusan 370 - Coogee via Newtown Service. Perjalanan menuju kawasan Alexandria dari Newtown ternyata memakan waktu setengah jam, walaupun saya berganti bis 2x yaitu dari 370 ke 309 hingga ke bus stop terdekat. Saya jadi lega karena bisa tepat waktu dan lebih awal dari perjanjian. At least saya bisa nunjukin kalau orang Indonesia ada yang nggak 'lelet'-an, huehehe. Mumpung di negeri orang. Harus bisa mempelajari dan mempraktekkan hal positif dari budaya setempat, salah satunya tentang ketepatan waktu.

Saya pun memasukin ruang frontliner di perusahaan besar itu. Disana saya melihat dua orang familiar saat pertama kesana, yaitu Ian sang manajer dan Ondrej, asistennya. Proses "termination"-nya berjalan cepat dan 'tek-tek'. Saya hanya cukup mengisi formulir, tanda tangan, dan membayar kekurangan biaya sebesar AUD 9-an. Karena saya datang lebih awal, removalist-nya atau orang yang akan membantu saya memindahkan/mengantarkan barang belum datang. Saya pun diantarkan Ondrej ke ruang televisi sambil menunggu removalistnya. Selang beberapa menit, Ondrej menghampiri dan bilang, "Feliz (dia salah spelling nama saya, seperti kebanyakan orang hehe), the removalist has come." dan lucunya, removalisnya langsung menyapa saya dengan ceria, "HALO!" begitu katanya. Beliau berpakaian santai dan tampak seumuran dengan Papa saya, kayaknya lebih berumur lagi.

Bapak removalist tersebut pun membantu saya mengeluarkan barang dari kotak penyimpanan dan memasukkannya kedalam mobil. Saya pun ikut dengannya menuju SUV. Di perjalanan, kami bercerita banyak hal. Ternyata beliau berasal dari New Zealand bagian utara. Beliau bilang tempat tinggalnya sangat menyenangkan dan indah. Saya pun menanggapi kalau saya pengen banget kesana, tapi cuma belom punya kesempatan aja. "You should go there, it's lovely." gitu kata beliau. Intinya, di perjalanan kami banyak mengobrol tentang hidup di negeri orang. Bagaimana kami akan merasa sangat lonely dan miserable, karena nggak bisa kenalan sama orang (ini cerita dia sih waktu 'terlantar' di Los Angeles). So he thinks that "home is home", nggak ada yang bisa ngalahin rumah sendiri seindah apapun negeri orang yang lagi kita tinggalin. Setuju banget!

Ternyata jarak antara SUV ke Storage King Alexandria tidak sejauh itu apabila ditempuh dengan mobil. Cuma 10 menit deh kayaknya. Bentar kok. Sampe-sampe kami 'keblablasan' sehingga harus putar balik di jalan dekat Wentworth Building. Saya jadi sungkan sama bapak removalistnya dan bilang "Sorry" beberapa kali. Dia bilang nggak masalah. Hehe untunglah. Sesampai di SUV, saya langsung menunjukkan letak apartemen dan beliau mengantarkan barang saya satu persatu. Sebelumnya saya sempet kuatir kalo barang saya kebanyakan bagi satu orang seperti dia, but then he said "Nah, it's nothing". Dia cerita kalo biasanya dia malah bawa truk, dimana orang-orang bener pindah satu rumah ke rumah lain. Jadi wajar kalo dia menganggap barang-barang saya nggak ada apa-apanya. Haha.

Untungnya lagi, Shaun berbaik hati mengangkat barang-barang saya dari lantai 1 ke lantai 2. Wah saya bersyukur banget dan jadi sungkan sekali sama dia. Padahal barang-barang saya ini ada yang berat banget, khususnya box berisi buku dan majalah tebal-tebal. Saya lihat Shaun sampe keringetan deres. Semoga doi nggak kapok jadi roommate saya, hehe. Thank you very much, Shaun! Bantuan kamu mengurangi beban saya :')

4. 25 Feb 2015: Unpacking dan re-decorating the room

Dari dulu, packing selalu jadi hal yang paling membingungkan sekaligus yang saya anggep enteng. Tapi ternyata 'un'-packing ini lebih susah, karena saya harus menata kembali kamar baru dengan barang-barang yang tetap jumlahnya. Intinya, barang-barang yang terbiasa di volume kamar Studio ini harus disesuaikan di single room dalam shared apartment. Untungnya, barang-barang saya tidak sebanyak itu jumlahnya. Hanya kali ini saya tidak bisa menempatkan keranjang baju begitu saja di lantai, karena tidak cukup. Akhirnya setelah menata sana-sini dalam beberapa jam, saya putuskan untuk meletakkan keranjang baju kotor di rak yang tersedia. Aslinya saya kurang sreg sih, soalnya terlihat 'njebubug' dan penuh gitu rak-nya. Kurang simetris aja hahaha (teman-teman saya pasti ketawa nih). Tapi yaudah deh, yang penting ada tempatnya. Nggak kayak koper gigantic saya ini yang kekurangan tempat. Awalnya pengen saya masukin di kolong khusus di lantai 1, tapi kok kasian kopernya ya. Takutnya berjamur dan kotor gitu. Saya pun memutuskan untuk meletakkannya begitu saja disebelah meja belajar dengan ditutupi kain Bali, yang bekas sprei dadakan itu. Walaupun bulky, tapi bisa keliatan cantik deh. Halah-halah :')


Sudah diberi sprei dan diisi meja belajarnya :)

Barisan buku-buku dan mainan Mars Attacks yang saya beli dari festival setempat :)

Liat kan keranjang baju dan koper yang ditutupi kain Bali di pojokan itu?
Boneka yang diberi Peter! Ternyata Audrey juga dapet, tapi Teddy Bear. How cute!

Ya udah deh segitu dulu cerita panjangnya. Yang jelas kamar saya sekarang sudah dipenuhi barang-barang; hanya saja belum completely selesai, karena masih ada 1 koper dan 1 box yang saya titipkan di rumah Karina. Ga masalah, yang penting malem ini saya bersyukur bisa tidur dengan sprei dan bantal yang real! Hehe. Alhamdulillah. Oya, besok saya juga harus cari kipas angin nih. Ternyata kamar baru saya ini tidak dilengkapi kipas angin. Mana mungkin juga kan jendelanya saya buka terus. Kalo hujan gimana :p

Sampe ketemu lagi di postingan selanjutnya!


Cheers,

Kiza

Comments

  1. hai Kiza, meski aku penggemar blog yang banyak gambarnya selalu menyenangkan membaca tulisanmu <3

    ReplyDelete
  2. "Lucunya, di tengah-tengah antri itu saya sempet kentut. BAU lagi. Saya langsung malu dan pura-pura nggak ngerti; walaupun diem-diem saya merasa bapak-bapak di belakang kayak curiga gitu sama saya. Hahaha, yaudah lah biarin. Namanya juga masuk angin."
    asli, lucu banget dibagian ini haha.. seru yah pengalaman mbaknya ini! jd pengen jg ke luar negri ><

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe terima kasih udah dibaca sebelumnya! Bisa kok ke luar negeri, yakin aja :)

      Delete

Post a Comment